Monday, April 4, 2011
Belajar Cinta dari Pak Habibie :)
”Ainun, saya sangat mencintaimu…tapi Allah lebih mencintaimu…sehingga saya merelakan kamu pergi”
(BJ. Habibie)
Pak Habibie ternyata tak hanya seorang jenius Indonesia, Guru Bangsa dan tokoh nasional dan internasional. Ia pun adalah seorang pecinta yang sangat setia. Kecintaan itu mampu bertahan lama, berakar di sanubari dan menggetar jauh lubuk hati, memesona indah dalam kehidupan, menjadi inspirasi untuk berjuta-juta umat manusia.
Dalam petikan pernyataan dan wawancara, Habibie tampak selalu mengikut sertakan nama istrinya, menyebut-nyebut cinta itu terang-terangan, sekaligus membuktikannya dalam kehidupannya, termasuk di saat akhir perjalanan kehidupan orang yang ia cintai. BJ. Habibie 48 tahun merawat cintanya dan setia menemani kekasihnya hingga meninggalkan dunia pada 23 Mei 17.30 waktu Jerman. Dan itu tidak mudah..!
Sebab memang, seperti diungkapkan dalam oleh Anis Matta dalam “Serial Cinta”-nya, cinta adalah kata lain dari memberi… sebab memberi adalah pekerjaan… sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat… sebab pekerjaan itu harus ditunaikan dalam waktu lama… sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh… maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia akan mengatakan, “Aku mencintaimu.” Kepada siapapun!
Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian di situ. “Aku mencintaimu,” adalah ungkapan lain dari, “Aku ingin memberimu sesuatu.” Yang terakhir ini juga adalah ungkapan lain dari, “Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia… aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin… aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku, proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang kulakukan padamu… aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu dan proses pertumbuhan itu…”
Taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali engkau mengatakan kepada seseorang, “Aku mencintaimu,” engkau harus membuktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi.
Dan kita melihat Pak Habibie telah melakukan semua itu, atau mungkin bahkan lebih dari itu. Ulasan tentang kisah cinta ini memenuhi berbagai media informasi.
Pak Habibie, ternyata tak sekedar jenius dalam intelektual, beliau pun jenius dalam soal perasaan. Meneladani beliau tidak hanya dalam soal pendidikan dan kepemimpinan, tapi juga dalam hal merawat cinta dan kesetiaan.
sumber : http://muda.kompasiana.com/2010/05/25/belajar-cinta-dari-pak-habibie/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment